Minggu, 10 Juli 2016

Klinik Bersalin “Jemima”

Tentang Tomohon (5)

Lebih dari separoh hidupnya (50 tahun) hanya untuk melayani. Melayani dengan kasih sayang tanpa istirahat hingga meninggal dunia. Bahkan hingga akhir hayatnya dengan klinik bersalin “Jemima” yang didirikannya bersama bidan J. Poluan-Wokas telah melayani ribuan persalinan, hampir tidak ada satu bayi pun yang meninggal. Kalaupun ada bayi yang meninggal, itu sejak dari kandungan karena al; jantung. 

Bahkan banyak pasien yang kurang mampu, tidak dipungut bayaran alias 'gratis' melahirkan. Rumahnya pun di Kel. Matani Tiga Tomohon Tengah (Kini tempat usaha air minum "Solafide Airo/Depan Bank Mega) dijadikan tempat bersalin. "Yang utama, melayani dan selamatkan bayi dan ibu yang akan melahirkan." itu prinsip bidan yang lahir 30 September 1929. Luar biasa. 

Dialah Claartje Clara (Non) Lantang, orang Tomohon lebih akrab memanggilnya Suster Lantang. Anak ketiga dari tujuh bersaudara ini, buah perkawinan mantan Hukum Tua Desa Kolongan Kombi (1923-1958) Willem Tandiapa Lantang dan Calasina (Tasi) Loing ini menikah dengan Robert Alexander Pandey di Makassar pada hari Rabu, 21 Juni 1961. Tahun 1946, Tamat Sekolah Djoem’at Masehi Indjili di Kolongan Kombi. Tahun 1948, Tamat Sekolah Kepandaian Gadis di Tondano. Tahun 1957, Tamat Sekolah Djuru Rawat yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia/Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi di Makassar. Tahun 1961, Tamat Pendidikan Bidan di Rumah Bersalin "Siti Fatimah” Makassar yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara. Tahun 1962, mendapat SK. Penempatan untuk diperbantukan di Daerah Tingkat II Sindjai, oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara akan tetapi Suster Lantang lebih memilih untuk kembali ke Tomohon dan mengabdi di Rumah Sakit yang mengutusnya, RS. "Bethesda" Tomohon. Tahun 1966, mulai bekerja di RS. Bethesda. Tahun 1991, Pensiun di Rumah Sakit ‘Bethesda” Tomohon. 

Tahun 1991, mendirikan Klinik Bersalin “Jemima”. Banyak siswa sekolah kebidanan yang mengadakan praktek di klinik tsb, bahkan dijadikan tempat pelatihan resmi bagi para” bidan” kampung. Klinik bersalin "Jemima”, sejak tahun 1970-an telah menjadi tempat persalinan khususnya untuk menolong saudara-saudara/kerabat almarhumah yang kurang mampu. Suster Lantang melayani tidak hanya di klinik tapi juga rajin 'blusukan' sampai di kampung-kampung. Di tahun 1970-an, ia mendapat sepeda jengki yang dipakainya untuk bertugas mengadakan pelayanan kesehatan secara rutin di beberapa desa/kampung di Tomohon. 

Suster Lantang meninggal tahun 2007 dan Tuhan pun telah mengatur hari kematiannya. Ia meninggal tepat pada "Hari Kasih Sayang" 14 Februari 2007 dalam usia 77 tahun. Ini dimaksudkan, agar kita mudah mengingat akan amal baktinya. 

Ada beberapa cerita menarik di Klinik Bersalin “Jemima” setelah Suster Lantang meninggal. Banyak orang yang belum tahu kalau Suster Lantang sudah meninggal. Sehingga sampai dengan beberapa tahun setelah kematiannya masih banyak pasien yang datang dan suka lewat tangan dari Suster Lantang untuk persalinan. Ketika tiba di klinik pasien baru tahu kalau Suster Lantang sudah meninggal dan karena sudah dekat-dekat mau melahirkan, sehingga ada yang melahirkan di kendaraan (oto dan bendi). Ada yang baru turun dari bendi bahkan ada yang datang berjalan kaki tengah malam dan akhirnya melahirkan di trotoar dan ditolong oleh para tetangga sebelum pergi ke rumah sakit. 

Sembilan tahun sudah Suster Lantang dipanggil Tuhan. Namun kebaikan dan ketulusannya melayani tetap membekas dan dikenang banyak orang dan telah menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi bidan-bidan masa kini dan akan datang. Tampak foto Suster Lantang setelah lulus pendidikan kebidanan di Makassar tahun 1961.



Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar