Minggu, 10 Juli 2016

Kelurahan Kampung Jawa Tomohon

Tentang Tomohon (3)
Judie Turambi

Kelurahan Kampung Jawa Tomohon didirikan tahun 1875 oleh tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan beragama Islam asal kota Serang Provinsi Banten. Pejuang-pejuang itu diinternir (diasingkan) Belanda ke Minahasa karena dianggap berbahaya. Tokoh-tokoh itu bernama; Tubagus Buang, Penghulu Abusalam, Mas Djebeng, Mukali, Abdur Rasjid, Abdul Wahid Abdul Haji, Abdul Rais dll. Tubagus Buang adalah pemimpin perlawanan terhadap Belanda di Banten. Dia bangsawan tinggi Kesultanan Banten menjabat Hulubalang. Tubagus Buang sangat menentang Kompeni Belanda karena terjadinya kemelaratan, pemerasan, pajak yang tinggi sefrta kerja rodi. Tubagus Buang dkk gelombang pertama dibuang Belanda di Minahasa tidak membawa istri. Mereka kemudian kawin di Minahasa mengawini gadis-gadis yang belum mengenal Injil dari Sarongsong, Sonder, Pineleng dan Tondano. Tubagus Buang mengawini wanita bermarga Supit dari Lahendong, sehingga dikisahkan memperoleh hadiah perkawinan wilayah yang meliputi Kampung Jawa kini. 
Dari isterinya itu, Tubagus Buang memperoleh anak 3 orang bernama; Tubagus Agus, Tubagus Baii dan Tubagus Abdullah. Mereka kemudian mempunyai banyak keturunan hingga kini di Kampung Jawa Tomohon. 

Gelombang kedua yang datang mendiami Kampung Jawa Tomohon tapi bukan interniran, berasal dari Sulawesi Selatan dengan tokoh-tokohnya Lasambang dan Lakoro. Mereka adalah pedagang Bugis yang semula hanya menyinggahi pelabuhan Kema. Pertemuan para interniran Banten dan para pedagang Bugis dengan gadis-gadis Minahasa semula dan berawal dari perdagangan di pasar berupa ajang "baku blantek" (barter). Para "tibo-tibo" Minahasa biasanya terdiri dari kaum wanita, sementara para interniran warga Jawa punya kebiasaan membuat gula aren yang dijual di pasar Tomohon dan Manado lalu sering dibeli oleh "tibo-tibo" Minahasa. Dari pertemuan barteran itu lalu terjadi kawin-mawin campur. Kemudian pemukiman Kampung Jawa Tomohon ditambah masuknya pemuka-pemuka dari Kampung Jawa Tondano pengikut Kyai Mojo Kyai Muslim (penasehat Pangeran Diponegoro), Kyai Demak, Suratinoyo, Pulukadang dan Masloman dari Jawa Tengah yang dibuang Belanda dan tiba di Mjnahasa Thn 1830. Ketiga keturunan tsb. berbaur dan berketurunan. Perkawinan masyarakat Kampung Jawa Tomohon kemudian terjadi dengan warga Islam di Manado, Pineleng, Belang, Bolaang-Mongondow dan Gorontalo. Adat istiadat Jawa dan agama Islam tetap terpelihara. 

Meski begitu bahasa Jawa dengan aksen Tombulu dan Melayu Manado lajim dipakai hingga kini. Malah, cukup banyak penduduk Kampung Jawa Tomohon yang sangat fasih berbahasa Tombulu. Nama jalan-jalan (lorong-lorong) di dalam kampung memakai nama lokal dan berbahasa Tombulu. Kampung Jawa memiliki Mesjid bernama Mesjid "Nurul Iman" yang meruplakan tempat ibadah umat Islam tertua di Tomohon . Kampung ini mereka namakan Kampung Jawa untuk mengenang tanah leluhurnya tanah Jawa. Tapi oleh penduduk Tomohon disebut "Tonyawa" (Orang Jawa). 

"Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1437 H" Mohon Maaf lahir dan Bathin.

Foto di bawah, 
Tampak Ferry Musildan Baldan waktu itu Komisi II DPR-RI sedang berkunjung di Mesjid "Nurul Iman" dalam rangka kesiapan Tomohon menjadi daerah Kota Otonom. 
Foto Judie Turambi.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar