Tentang Tomohon (7)
Patung Tololiu konsep awal adalah Patung Tumalun
Legenda
Menjelang akhir tahun 1973, di pertigaan di lokasi itu berdiri sebuah tugu setinggi sekitar 3 m yang diberi nama oleh masyarakat Tomohon ketika itu "Tugu Perdamaian". Sebelum benama "Tugu Perdamaian" namanya "Tugu Pembebasan".
Kenapa diberi nama "Tugu Pembebasan"?
Karena ketika pecah konflik phisik Permesta tahun 1958, Tomohon diduduki oleh tentara Pusat TNI Batalyon 501 Brawijaya dibawah pimpinan Mayor Sumadi. Atas inisiatif Mayor Sumadi, maka di lokasi itu didirikan tugu kemudian diberi nama "Tugu Pembebasan".
Uniknya, setelah aman/damai, oleh masyarakat Matani tugu itu diberi nama "Tugu Perdamaian". Oleh sebab itu, lokasi itu menjadi populer dengan sebutan tugu. Tahun 1974 "Tugu Perdamaian" di bongkar oleh Gubernur H.V Worang dengan alasan akan didirikan "Patung Tumalun". Gubernur Worang saat itu, senang sekali mencari-cari tokoh-tokoh Minahasa yg terkenal masa lalu, kemudian ingin mengabadikannya dan ingin mencari peninggalan (pandangan saat itu). Tumalun adalah seorang dotu, tokoh legenda Pakasaan Tombulu yang dikenal menjaga warganya dari gangguan penduduk lain dan sangat menjaga kelestarian hutan karena ia memang tinggal di hutan (Talun artinya hutan).
Suatu ketika dari cerita-cerita rakyat, warga pakasaan Tombulu mendapat gangguan dari seorang dotu yang lebih besar dan tinggi badannya dari daerah lain (mohon maaf nama dotu itu sengaja tidak ditulis mengingat jangan salah persepsi). Dotu Tumalun mendapat pengaduan dari warganya lalu menemui dotu yang dianggap pengganggu. Pertemuan justru hanya melahirkan perkelahian.
Sebelum terjadi perkelahian, kedua dotu petarung itu melakukan semacam ikrar. Lawan dari Dotu Tumalun berikrar, kalau ia sampai kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung. Pertempuran terjadi dan Dotu Tumalun keluar sebagi pemenang. Singkat kata, cerita legenda heroisme ini rupanya mau dijadikan inspirasi oleh Gubernur H.V Worang sehingga disuruhlah buat Patung Tumalun.
Pendirian "Patung Tumalun" lalu diprotes oleh masyarakt Tomohon ketika itu karena dalam rancangan gambarnya, sosok Tumalun memegang kepala manusia ditangan kanan sementara tangan kiri memegang pedang. Masyarakat protes keras karena dianggap tidak etis dan hanya akan memunculkan permusuhan dikemudian hari. Sang kontraktor (lokal) dan pematung (lokal) memenuhi permintaan itu padahal profil patung saat itu sudah selesai 95%.
Karena sudah harus di robah namanya bukan lagi bernama "Patung Tumalun" maka dibutuhkan nama tokoh yang akan di patungkan sebagai pengganti sosok Tumalun. Maka muncul nama dadakan yakni, "Patung Tololiu Tua". Nama itu pun mendapat resistensi dari keluarga Palar (sebelum bermarga Palar yang diambil dari Mangantung Palar, leluhur tua bermarga Tololiu) Matani. Mengapa keluarga Palar protes? Karena sosok Tololiu Tua yang dipatungkan 'terkesan angker' itu bukan tipikal Dotu Tololiu Tua yang hidup sekitar di abad ke 16.
Keluarga Palar setuju jika sosok yang disebut Tololiu Tua itu, tangan kirinya memegang daun "woka" yang menutup bagian kepala dan tangan kanannya memegang "rangkang" (kayu/buluh yang halus).
Tololiu Tua menurut para turunannya adalah seorang pemimpin anak suku Tombulu yang dikenal berwibawa karena dialah yang menyatukan negeri-negeri kecil menjadi Tomohon.
"Patung Tololiu Tua' lalu diresmikan pada tahun 1974 oleh Bupati Minahasa Letkol J.F Lumentut.
Demikian sekilas cerita tentang berdirinya "Patung Tololiu Tua". Orang orang sejak tahun 1974 sudah tidak lagi menyebut "Tugu Tololiu" tapi "Patung Tololiu" yang seharusnya harus disebut lengkap "Tugu atau Patung Tololiu Tua" karena kalau cuman sebut "Tugu atau Patung Tololiu" bisa disangka Tololiu yang dimaksud adalah Tololiu Palar bekas Hukum Tua I negeri Matani.
Demikianlah sekilas sejarah pembuatan/pendirian "Patung Tololiu Tua" agar generasi sekarang paham dan memahaminya, makaseh.
Foto ini dokumentasi dari Tropeum Museum Institut Belanda diperkirakan diambil gambarnya sebelum tahun1928. Di posisi tengahnya yang sekarang berdiri "Patung Tololiu Tua", pada tahun 1928 pernah dibangun sebuah Paal (Paal kilometer) setinggi 1.5 m. Di sekeliling Paal Kilometer itu terdapat dua tiang penunjuk arah ke Tondano (belok ke kiri) dan ke Kawangkoan (jalan lurus). Lokasi itu kemudian dinamai "Kateluan Park" (Taman Pertigaan). Taman ini, memasuki pecahnya Permesta, sudah tidak berfungsi lagi lalu diganti "Tugu Pembebasan" pada tahun 1958.